MUNCULNYA
TEORI SOSIOLOGI – ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
Seperti ilmu – ilmu lain, sosiologi awalnya menjadi
bagian dari filsafat social. Ilmu ini membahas tentang masyarakat. Namun saat
itu, pembahasan tentang masyarakat hanya berkisar pada hal – hal yang menarik
perhatian umum saja, seperti perang, ketegangan atau konflik social, dan
kekuasaan dalam kelas- kelas penguasa. Dalam perkembangan selanjutnya,
pembahasan tentang masyarakatmeningkat pada cakupan yang lebih mendalam yakni
menyangkut susunan kehidupan yang diharapkan dan norma – norma yang harus
ditaati oleh seluruh anggota masyarakat.
Pada abad ke – 19, seorang filsuf Perancis bernama
Auguste Comte (1798 – 1857) mengemukakan kekhawatirannya atas keadaan
masyarakat Perancis setelah pecahnya Revolusi Perancis. Comte melihat selain
perubahan positif, yaitu munculnya demokrasi, revolusi juga telah mendatangkan
konflik antar kelas di dalam masyarakat. Konflik ini terjadi akibat masyarakat
tidak mengetahui cara mengatasi perubahan atau hukum – hukum apa saja yang
dapat digunakan untuk mengaturnya. Akibat terjadi anarkisme (tidak adanya
aturan yang mengendalikan masyarakat) dalam masyarakat Perancis.
Atas dasar ini Comte menyarankan agar semua penelitian
tentang masyarakat ditingkatkan lagi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri
dan penelitian tersebut harus berdasarkan pada metode – metode ilmiah. Saat
itu, Comte membayangkan suatu penemuan hokum – hokum fisik yang dapat mengatur
gejala – gejala social. Comte kemudian menamakan ilmu ini Sosisologi. Comte kemudian
disebut sebagai bapak sosiologi.
Meskipun Comte menciptakan istilah sosiologi, akan tetapi
Herbert Spencer mempopulerkan istilah tersebut melalui buku Principles of
Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer mengembangkan system penelitian
tentang masyarakat. Ia menerapkan teori evolusi organic pada masyarakat manusia
dan mengembangkan teori besar tentang evolusi social yang diterima secara luas
di masyarakat. Menurutnya, suatu organ akan lebih sempurna jika organ itu
bertambah kompleks karena ada diferensiasi (proses pembedaan) di dalam bagian –
bagiannya. Spencer melihat masyarakat sebagai sebuah system yang tersusun atas
bagian – bagian yang saling bergantung sebagaimana pada organisme hidup.
Evolusi dan perkembangan social pada dasarnya akan berarti, jika ada
peningkatan diferensiasi dan integrasi, peningkatan pembagian kerja, dan suatu
transisi dari homogen ke heterogen; dari yang sederhana ke yang kompleks.
Setelah buku Spencer tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan
pesat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Disiplin antropologi adalah hasil dari pemikiran barat
yang relative baru. Padahal pertanyaan manusia tentang siapa dirinya di dunia
ini sudah ada semenjak dulu. Perkembangan antropologi yang lamban itu terjadi
karena keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh manusia. Tanpa adanya sarana
untuk mengadakan perjalanan ke tempat – tempat jauh di dunia, pengamatan
tentang manusia dan kebudayaannya sangat sulit dilakukan. Hal lain yang
menyebabkan lambannya perkembangan antropologi adalah kegagalan bangsa Eropa
untuk melihat bahwa mereka dan bangsa – bangsa lain memiliki sifat kemanusiaan
yang sama. Mereka masih menganggap di luar bangsanya adalah “biadab” atau
“barbar”. Baru pada akhir abad 18, mereka menyadari keanekaragaman manusia atau
perilaku manusia yang dianggap biadab itu justru membantu mereka memahami diri
sendiri.
Tahap – tahap perkembangan disipli ilmu antropologi
dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Koentjaraningrat membaginya ke dalam 4
tahap. Tahap pertama ditandai dengan tulisan tangan bangsa Eropa yang melakukan
penjelajahan di benua Afrika, Asia, dan Amerika pada akhir abad ke – 15.
Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsa – bangsa yang mereka singgahi.
Deskripsi yang dituliskan mencakup adat istiadat, suku, susunan masyarakat,
bahasa, dan ciri – ciri fisik. Deskripsi tersebut sangat menarik bagi
masyarakat Eropa karena berbeda dengan keadaan di Eropa pada umumnya. Bahan
deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos berarti bangsa).
Pada tahap ke dua mereka menginginkan tulisan – tulisan
atau deskripsi yang tersebar itu dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan. Isinya
disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan
kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah sampai
tingkat tertinggi. Dari sinilah bangsa – bangsa dunia digolongkan menurut
tingkat evolusinya. Sekitar tahhun 1860, terbit karangan yang
mengklasifikasikan berbagai kebudayaan dunia berdasarkan tingkat evolusinya.
Saat itu lahirlah antropologi.
Dengan demikian pada tahap kedua ini, antropologi telah
bersifat akademis. Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitive untuk memperoleh pengertian mengenai tingkat – tingkat
perkembangan dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia di
dunia.
Pada tahap ke tiga, antropologi menjadi ilmu yang
bersifat praktis. Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat jajahan
demi kepentingan pemerintah colonial. Hal ini berlangsung sekitar pada awal
abad ke – 20. Pada abad ini, antropologi semakin penting untuk mengukuhkan
dominasi bangsa – bangsa Eropa Barat di daerah jajahannya. Dengan antropologi,
bangsa Eropa mempelajari dan tahu bagaimana menghadapi masyarakat daerah
jajahannya. Selain itu, bangsa – bangsa terjajah pada umumnya belum sekompleks
bangsa Eropa Barat. Oleh karena itu, mempelajari bangsa – bangsa terjajah bagi
bangsa Eropa dapat menambah pengertian mereka tentang masyarakat mereka sendiri
(Bangsa Eropa Barat) yang kompleks.
Pada tahap ke empat, antropologi berkembang sangat luas,
baik dalam akurasi bahan pengetahuannya maupun ketajaman metode – metode
ilmiahnya. Hal ini berlangsung sekitar pertengahan abad ke – 20. Sasaran
penelitian antropologi di masa ini bukan lagi suku bangsa primitive dan bangsa
Eropa Barat, tapi beralih pada penduduk pedesaan, baik mengenai keanekaragaman
fisik, masyarakat, maupun kebudayaannya termasuk suku bangsa di daeah pedesaan
yang ada di Amerika dan Eropa Barat itu sendiri. Peralihan sasaran penelitian
itu terutama disebabkan oleh munculnya ketidaksenangan terhadap penjajahan dan
makin berkurangnya masyarakat yang dianggap primitive.
MANFAAT PENGGUNAAN TEORI
SOSIOLOGI – ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
- Dapat melihat dengan jelas siapa diri kita, baik sebagai pribadi maupun anggota kelompok atau masyarakat.
- Mampu mengkaji tempat kita dalam masyarakat dan dapat melihat dunia atau budaya lain yang belum kita ketahui sebelumnya.
- Makin memahami norma, tradisi, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain.
- Makin lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala sosial masyarakat yang makin kompleks.
- Antropologi menyusun etnografi – etnografi yang memungkinkan penciptaan teori – teori tentang asal – usul agama dan kepercayaan, asal mula keluarga dan perkawinan, asal – usul dan perilaku Negara, dan sebagainya.
- Dengan bantuan ilmu antropologi, maka terbukalah cakrawala pengetahuan baru bahwa segalanya berubah dan runtutan awalnya akan berujung bukan dari kekuatan ilahiah tapi kekuatan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar