A. Ontologi
Cabang utama metafisika adalah
ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara
satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran
manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Ontologi merupakan salah satu
kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles.
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan
kenyataan. Dan pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham,
yaitu: (1) Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme;
(2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme dengan berbagai nuansanya,
merupakan paham ontologik.
Ontologi ilmu membatasi diri
pada ruang kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan
yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas
pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaahan
yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan
pascapengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan
lainnya di luar iimu. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme,
naturalisme, empirisme.
B. Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang
filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a
branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits
of human knowledge). Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory
of knowledge). berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilrniah”, dan logos =
teori. Epistemologi dapat didefmisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas)
pengetahuan.
Persoalan-persoalan dalam
epistemologi adalah: 1) Apakah pengetahuan itu ?; 2) Bagaimanakah manusia dapat
mengetahui sesuatu ?; 3) Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?; 4)
Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinitai ?; 5) Apa perbedaan antara
pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a
posteriori (pengetahuan puma pengalaman) ?; 6) Apa perbedaan di antara:
kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan,
gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?
Langkah dalam epistemologi ilmu
antara lain berpikir deduktif dan induk-tif Berpikir deduktif
memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten
dengan pengetahuan yang telah dikurnpuikan se,belumnya Secara sistematik dan
kumulatif pengetahuan ilnuah disusun setahap demi setahap dengan menyusun
argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang
rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.
C. Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios
yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang nilai”
(Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S.
Suriasumantri, 2000: 105). Menurut Bramel dalam Amsal Bakhtiar (2004: 163)
aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu
tindakan moral yang melahirkan etika; Keduei,- esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political life, yaitu
kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.
Dalam Encyclopedia of
Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation.
Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu: 1) Nilai,
sebagai suatu kata benda abstrak; 2) Nilai sebagai kata benda konkret; 3) Nilai
juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai.
Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai dalam perkembangannya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value
bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan
dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.
Netralitas ilmu hanya terletak
pada dasar epistemologi raja: Jika hitam katakan hitam, jika ternyata putih
katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaratt
yang nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan hams manrpu
ntenilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan dia
menentukan sikap (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36).
Sikap inilah yang mengendalikan
kekuasaan ilmu ilmu yang besar. Sebuah keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus
mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuan tidak dilandasi oleh landasan
moral, maka peristiwa terjadilah kembali yang dipertontonkan secara spektakuler
yang mengakibatkan terciptanya “Momok kemanusiaan” yang dilakukan oleh
Frankenstein (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36). Nilai-nilai yang juga harus
melekat pada ilmuan, sebagaimana juga dicirikan sebagai manusia modern: (1) Nilai
teori: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai teori dicirikan oleh
cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka
terhadap ide-ide dan pengalaman baru. (2) Nilai sosial : dalam
kaitannya dengan nilai sosial, manusia modem dicirikan oleh sikap
individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai prestasi, bersikap
positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi perempuan; (3) nilai
ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modem dicirikan
oleh tingkat produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu,
terorganisasikan dalam kehidupannya, dan penuh perhitungan; (4) Nilai
pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai ini
dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan
yang diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi; (5) Nilai agama: dalam
hubungannya dengan nilai agama, manusia modem dicirikan oleh sikapnya yang
tidak fatalistik, analitis sebagai lawan dari legalitas, penalaran sebagai
lawan dari sikap mistis (Suriasumantri, 1986, Semiawan,C1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar